wilayah anak teknik wilayah anak teknik Author
Title: ilmuan hebat asal indonesia
Author: wilayah anak teknik
Rating 5 of 5 Des:
Selamat pagi jika pagi,  siang jika siang malam jika malam  hehee. Jumpa lagi bersama kami wilayah anak teknik, kali ini wilayah anak te...

Selamat pagi jika pagi,  siang jika siang malam jika malam  hehee.
Jumpa lagi bersama kami wilayah anak teknik, kali ini wilayah anak teknik ingin membeberkan informasi yang sangat menarik yaitu beberapa ilmuan yang ada di Indonesia.
Kutipan di bawah kami ambil dari berbagai sumber agar para pembaca biasa mendapat kan informasi yang lebih banyak lagi hehe.
Tujuan wilayah anak teknik memposting ini agar kita anak teknik tidak berhenti  berkarya mengingat begitu bantak ilmuan yang ada di Indonesia yang telag mengguncan dunia dengan karya-karya nya.

Berikut adalah ilmuan hebat asal indonesia:

1.      Penemu Teori, Faktor dan Metode Habibie (Teknologi Pesawat Terbang)
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE


Kulit luarnya bisa saja terlihat halus mulus tanpa cacat. Tapi siapa tahu, sisi dalamnya keropos. Ketidakpastian inilah yang dihadapi industri pesawat terbang sampai 40 tahun lalu. Pemakai dan produsen sama-sama tidak tahu persis, sejauh mana bodi pesawat terbang masih andal dioperasikan. Akibatnya memang bisa fatal. Pada awal 1960-an, musibah pesawat terbang masih sering terjadi karena kerusakan konstruksi yang tak terdeteksi. Kelelahan (fatique) pada bodi masih sulit dideteksi dengan keterbatasan perkakas. Belum ada pemindai dengan sensor laser yang didukung unit pengolah data komputer, untuk mengatasi persoalan rawan ini.
Titik rawan kelelahan ini biasanya pada sambungan antara sayap dan badan pesawat terbang atau antara sayap dan dudukan mesin. Elemen inilah yang mengalami guncangan keras dan terus-menerus, baik ketika tubuhnya lepas landas maupun mendarat. Ketika lepas landas, sambungannya menerima tekanan udara (uplift) yang besar. Ketika menyentuh landasan, bagian ini pula yang menanggung empasan tubuh pesawat. Kelelahan logam pun terjadi, dan itu awal dari keretakan (crack).
Titik rambat, yang kadang mulai dari ukuran 0,005 milimeter itu terus merambat. Semakin hari kian memanjang dan bercabang-cabang. Kalau tidak terdeteksi, taruhannya mahal, karena sayap bisa sontak patah saat pesawat tinggal landas. Dunia penerbangan tentu amat peduli, apalagi saat itu pula mesin-mesin pesawat mulai berganti dari propeller ke jet. Potensi fatique makin besar.
Pada saat itulah muncul anak muda jenius yang mencoba menawarkan solusi. Usianya baru 32 tahun. Postur tubuhnya kecil namun pembawaannya sangat enerjik. Dialah Dr. Ing. Bacharuddin Jusuf Habibie, laki-laki kelahiran Pare-pare, Sulawesi Selatan, pada 25 Juni 1936.
Habibie-lah yang kemudian menemukan bagaimana rambatan titik crack itu bekerja. Perhitungannya sungguh rinci, sampai pada hitungan atomnya. Oleh dunia penerbangan, teori Habibie ini lantas dinamakan crack progression. Dari sinilah Habibie mendapat julukan sebagai Mr. Crack. Tentunya teori ini membuat pesawat lebih aman. Tidak saja bisa menghindari risiko pesawat jatuh, tetapi juga membuat pemeliharaannya lebih mudah dan murah.
Sebelum titik crack bisa dideteksi secara dini, para insinyur mengantispasi kemungkinan muncul keretakan konstruksi dengan cara meninggikan faktor keselamatannya (SF). Caranya, meningkatkan kekuatan bahan konstruksi jauh di atas angka kebutuhan teoritisnya. Akibatnya, material yang diperlukan lebih berat. Untuk pesawat terbang, material aluminium dikombinasikan dengan baja. Namun setelah titik crack bisa dihitung maka derajat SF bisa diturunkan. Misalnya dengan memilih campuran material sayap dan badan pesawat yang lebih ringan. Porsi baja dikurangi, aluminium makin dominan dalam bodi pesawat terbang. Dalam dunia penerbangan, terobosan ini tersohor dengan sebutan Faktor Habibie.
Faktor Habibie bisa meringankan operating empty weight (bobot pesawat tanpa berat penumpang dan bahan bakar) hingga 10% dari bobot sebelumnya. Bahkan angka penurunan ini bisa mencapai 25% setelah Habibie menyusupkan material komposit ke dalam tubuh pesawat. Namun pengurangan berat ini tak membuat maksimum take off weight-nya (total bobot pesawat ditambah penumpang dan bahan bakar) ikut merosot. Dengan begitu, secara umum daya angkut pesawat meningkat dan daya jelajahnya makin jauh. Sehingga secara ekonomi, kinerja pesawat bisa ditingkatkan.
Faktor Habibie ternyata juga berperan dalam pengembangan teknologi penggabungan bagian per bagian kerangka pesawat. Sehingga sambungan badan pesawat yang silinder dengan sisi sayap yang oval mampu menahan tekanan udara saat tubuh pesawat lepas landas. Begitu juga pada sambungan badan pesawat dengan landing gear jauh lebih kokoh, sehingga mampu menahan beban saat pesawat mendarat. Faktor mesin jet yang menjadi penambah potensi fatique menjadi turun.
Riwayat keilmuan Habibie dimulai ketika ia mendapat beasiswa dari pemerintah untuk belajar di Technische Hochschule Die Facultaet Fue Maschinenwesen, Aachen, Jerman, pada 1956. Selama setahun sebelumnya, Habibie tercatat sebagai mahasiswa ITB. Setelah mengantongi gelar diploma ingenieur jurusan konstruksi pesawat terbang, tahun 1960, sambil melanjutkan kuliahnya, ia menjadi asisten Riset Ilmu Pengetahuan Institut Konstruksi Ringan di kampusnya.
Otak Habibie makin kelihatan encer kala gelar doctor ingenieur-nya disabet dengan predikat suma cum laude pada 1965. Rata-rata nilai mata kuliahnya 10. Presatsi ini membuatnya dipercaya jadi Kepala Departemen Riset dan Pengembangan Analisis Struktur di Hamburger Flugzeugbau (HFB). Tugas utamanya adalah memecahkan persoalan kestabilan konstruksi bagian belakang pesawat Fokker 28. Luar biasa, hanya dalam kurun waktu enam bulan, masalah itu terpecahkan oleh Habibie.
Ia meraih kepercayaan lebih bergengsi, yakni mendesain utuh sebuah pesawat baru. Satu diantara buah karyanya adalah prototipe DO-31, pesawat baling-baling tetap pertama yang mampu tinggal landas dan mendarat secara vertikal, yang dikembangkan HFB bersama industri Donier. Rancangan ini lalu dibeli oleh Badan Penerbangan dan Luar Angkasa Amerika Serikat (NASA).
Habibie hanya sampai tahun 1969 saja di HFB, karena dilirik oleh Messerschmitt Boelkow Blohm Gmbh (MBB), industri pesawat terbesar yang bermarkas di Hamburg. Di tempat yang baru ini, karier Habibie meroket. Jabatan Vice President/Direktur Teknologi MBB disabetnya tahun 1974. Hanya Habibie-lah, orang diluar kebangsaan Jerman yang mampu menduduki posisi kedua tertinggi itu.
Di tempat ini pula Habibie menyusun rumusan asli di bidang termodinamika, konstruksi ringan, aerodinamika dan crack progression. Dalam literatur ilmu penerbangan, temuan-temuan Habibie ini lantas dikenal dengan nama Teori Habibie, Faktor Habibie dan Metode Habibie. Paten dari semua temuan itu telah diakui dan dipakai oleh dunia penerbangan internasional.
Pesawat Airbus A-300 yang diproduksi konsorsium Eropa (European Aeronautic Defence and Space) tak lepas dari sentuhan Habibie. Maklumlah dalam konsorsium ini tergabung Daimler, produsen Mercedes-Benz yang mengakuisisi MBB. Sehingga Habibie berhak atas royalti dari teknologi yang dipakai dalam kendaraan udara berbadan lebar itu. Selain dari Airbus, Habibie juga mendapat royalti dari produsen-produsen roket di banyak negara, yang banyak menggunakan teknologi konstruksi ringannya.
Tahun 1978, Habibie dipanggil pulang ke Tanah Air oleh Presiden Soeharto dan sejak itu kemudian berkiprah dalam upaya pengembangan teknologi kedirgantaraan di Indonesia, Hasilnya antara lain pesawat terbang pertama buatan Indonesia CN-235 dan N-250.
Prestasi keilmuan Habibie mendapat pengakuan di dunia internasional. Ia menjadi anggota kehormatan berbagai lembaga di bidang dirgantara. Antara lain di Gesselschaft fuer Luft und Raumfahrt (Lembaga Penerbangan dan Angkasa Luar) Jerman, The Royal Aeronautical Society London (Inggris), The Royal Swedish Academy of Engineering Sciences (Swedia), The Academie Nationale de l’Air et de l’Espace (Prancis) dan The US Academy of Engineering (Amerika Serikat). Sedangkan dalam bentuk penghargaan, Habibie menerima Award von Karman (1992) yang di bidang kedirgantaraan boleh dibilang gengsinya hampir setara dengan Hadiah Nobel. Dan dua tahun kemudian menerima penghargaan yang tak kalah bergengsi, yakni Edward Warner Award. (Hidayat Gunadi, Hatim Ilwan)

 Kulit luarnya bisa saja terlihat halus mulus tanpa cacat. Tapi siapa tahu, sisi dalamnya keropos. Ketidakpastian inilah yang dihadapi industri pesawat terbang sampai 40 tahun lalu. Pemakai dan produsen sama-sama tidak tahu persis, sejauh mana bodi pesawat terbang masih andal dioperasikan. Akibatnya memang bisa fatal. Pada awal 1960-an, musibah pesawat terbang masih sering terjadi karena kerusakan konstruksi yang tak terdeteksi. Kelelahan (fatique) pada bodi masih sulit dideteksi dengan keterbatasan perkakas. Belum ada pemindai dengan sensor laser yang didukung unit pengolah data komputer, untuk mengatasi persoalan rawan ini.

Titik rawan kelelahan ini biasanya pada sambungan antara sayap dan badan pesawat terbang atau antara sayap dan dudukan mesin. Elemen inilah yang mengalami guncangan keras dan terus-menerus, baik ketika tubuhnya lepas landas maupun mendarat. Ketika lepas landas, sambungannya menerima tekanan udara (uplift) yang besar. Ketika menyentuh landasan, bagian ini pula yang menanggung empasan tubuh pesawat. Kelelahan logam pun terjadi, dan itu awal dari keretakan (crack).

Titik rambat, yang kadang mulai dari ukuran 0,005 milimeter itu terus merambat. Semakin hari kian memanjang dan bercabang-cabang. Kalau tidak terdeteksi, taruhannya mahal, karena sayap bisa sontak patah saat pesawat tinggal landas. Dunia penerbangan tentu amat peduli, apalagi saat itu pula mesin-mesin pesawat mulai berganti dari propeller ke jet. Potensi fatique makin besar.

Pada saat itulah muncul anak muda jenius yang mencoba menawarkan solusi. Usianya baru 32 tahun. Postur tubuhnya kecil namun pembawaannya sangat enerjik. Dialah Dr. Ing. Bacharuddin Jusuf Habibie, laki-laki kelahiran Pare-pare, Sulawesi Selatan, pada 25 Juni 1936.

Habibie-lah yang kemudian menemukan bagaimana rambatan titik crack itu bekerja. Perhitungannya sungguh rinci, sampai pada hitungan atomnya. Oleh dunia penerbangan, teori Habibie ini lantas dinamakan crack progression. Dari sinilah Habibie mendapat julukan sebagai Mr. Crack. Tentunya teori ini membuat pesawat lebih aman. Tidak saja bisa menghindari risiko pesawat jatuh, tetapi juga membuat pemeliharaannya lebih mudah dan murah.

Sebelum titik crack bisa dideteksi secara dini, para insinyur mengantispasi kemungkinan muncul keretakan konstruksi dengan cara meninggikan faktor keselamatannya (SF). Caranya, meningkatkan kekuatan bahan konstruksi jauh di atas angka kebutuhan teoritisnya. Akibatnya, material yang diperlukan lebih berat. Untuk pesawat terbang, material aluminium dikombinasikan dengan baja. Namun setelah titik crack bisa dihitung maka derajat SF bisa diturunkan. Misalnya dengan memilih campuran material sayap dan badan pesawat yang lebih ringan. Porsi baja dikurangi, aluminium makin dominan dalam bodi pesawat terbang. Dalam dunia penerbangan, terobosan ini tersohor dengan sebutan Faktor Habibie.

Faktor Habibie bisa meringankan operating empty weight (bobot pesawat tanpa berat penumpang dan bahan bakar) hingga 10% dari bobot sebelumnya. Bahkan angka penurunan ini bisa mencapai 25% setelah Habibie menyusupkan material komposit ke dalam tubuh pesawat. Namun pengurangan berat ini tak membuat maksimum take off weight-nya (total bobot pesawat ditambah penumpang dan bahan bakar) ikut merosot. Dengan begitu, secara umum daya angkut pesawat meningkat dan daya jelajahnya makin jauh. Sehingga secara ekonomi, kinerja pesawat bisa ditingkatkan.

Faktor Habibie ternyata juga berperan dalam pengembangan teknologi penggabungan bagian per bagian kerangka pesawat. Sehingga sambungan badan pesawat yang silinder dengan sisi sayap yang oval mampu menahan tekanan udara saat tubuh pesawat lepas landas. Begitu juga pada sambungan badan pesawat dengan landing gear jauh lebih kokoh, sehingga mampu menahan beban saat pesawat mendarat. Faktor mesin jet yang menjadi penambah potensi fatique menjadi turun.

Riwayat keilmuan Habibie dimulai ketika ia mendapat beasiswa dari pemerintah untuk belajar di Technische Hochschule Die Facultaet Fue Maschinenwesen, Aachen, Jerman, pada 1956. Selama setahun sebelumnya, Habibie tercatat sebagai mahasiswa ITB. Setelah mengantongi gelar diploma ingenieur jurusan konstruksi pesawat terbang, tahun 1960, sambil melanjutkan kuliahnya, ia menjadi asisten Riset Ilmu Pengetahuan Institut Konstruksi Ringan di kampusnya.

Otak Habibie makin kelihatan encer kala gelar doctor ingenieur-nya disabet dengan predikat suma cum laude pada 1965. Rata-rata nilai mata kuliahnya 10. Presatsi ini membuatnya dipercaya jadi Kepala Departemen Riset dan Pengembangan Analisis Struktur di Hamburger Flugzeugbau (HFB). Tugas utamanya adalah memecahkan persoalan kestabilan konstruksi bagian belakang pesawat Fokker 28. Luar biasa, hanya dalam kurun waktu enam bulan, masalah itu terpecahkan oleh Habibie.

Ia meraih kepercayaan lebih bergengsi, yakni mendesain utuh sebuah pesawat baru. Satu diantara buah karyanya adalah prototipe DO-31, pesawat baling-baling tetap pertama yang mampu tinggal landas dan mendarat secara vertikal, yang dikembangkan HFB bersama industri Donier. Rancangan ini lalu dibeli oleh Badan Penerbangan dan Luar Angkasa Amerika Serikat (NASA).

Habibie hanya sampai tahun 1969 saja di HFB, karena dilirik oleh Messerschmitt Boelkow Blohm Gmbh (MBB), industri pesawat terbesar yang bermarkas di Hamburg. Di tempat yang baru ini, karier Habibie meroket. Jabatan Vice President/Direktur Teknologi MBB disabetnya tahun 1974. Hanya Habibie-lah, orang diluar kebangsaan Jerman yang mampu menduduki posisi kedua tertinggi itu.

Di tempat ini pula Habibie menyusun rumusan asli di bidang termodinamika, konstruksi ringan, aerodinamika dan crack progression. Dalam literatur ilmu penerbangan, temuan-temuan Habibie ini lantas dikenal dengan nama Teori Habibie, Faktor Habibie dan Metode Habibie. Paten dari semua temuan itu telah diakui dan dipakai oleh dunia penerbangan internasional.

Pesawat Airbus A-300 yang diproduksi konsorsium Eropa (European Aeronautic Defence and Space) tak lepas dari sentuhan Habibie. Maklumlah dalam konsorsium ini tergabung Daimler, produsen Mercedes-Benz yang mengakuisisi MBB. Sehingga Habibie berhak atas royalti dari teknologi yang dipakai dalam kendaraan udara berbadan lebar itu. Selain dari Airbus, Habibie juga mendapat royalti dari produsen-produsen roket di banyak negara, yang banyak menggunakan teknologi konstruksi ringannya.

Tahun 1978, Habibie dipanggil pulang ke Tanah Air oleh Presiden Soeharto dan sejak itu kemudian berkiprah dalam upaya pengembangan teknologi kedirgantaraan di Indonesia, Hasilnya antara lain pesawat terbang pertama buatan Indonesia CN-235 dan N-250.

Prestasi keilmuan Habibie mendapat pengakuan di dunia internasional. Ia menjadi anggota kehormatan berbagai lembaga di bidang dirgantara. Antara lain di Gesselschaft fuer Luft und Raumfahrt (Lembaga Penerbangan dan Angkasa Luar) Jerman, The Royal Aeronautical Society London (Inggris), The Royal Swedish Academy of Engineering Sciences (Swedia), The Academie Nationale de l’Air et de l’Espace (Prancis) dan The US Academy of Engineering (Amerika Serikat). Sedangkan dalam bentuk penghargaan, Habibie menerima Award von Karman (1992) yang di bidang kedirgantaraan boleh dibilang gengsinya hampir setara dengan Hadiah Nobel. Dan dua tahun kemudian menerima penghargaan yang tak kalah bergengsi, yakni Edward Warner Award. (Hidayat Gunadi, Hatim Ilwan)

Sumber: Majalah Gatra Ed. Khusus, Agustus 2004.
     2.      SEPTINUS GEORGE SAA

      Penemu Rumus Penghitung Hambatan antara Dua Titik Rangkaian       Resistor . . .  



Pada pertengahan April 2004, media-media massa di Indonesia tiba-tiba santer memberitakan tentang Septinus George Sa’a. Pemuda ini telah memenangi lomba “First Step to Noble Prize in Physics”. Ini adalah lomba bergengsi bagi siswa sekolah menengah seantero jagad selain Olimpiade Fisika. Kompetisi yang digagas Waldemar Gorzkowski 10 tahun silam ini mewajibkan pesertanya melakukan dan menuliskan penelitian apa saja di bidang fisika. Hasil penelitian tersebut kemudian dikirimkan dalam bahasa Inggris ke juri Internasional di Polandia. Sementara dalam Olimpiade Fisika para peserta diwajibkan mengerjakan soal-soal fisika dalam waktu yang sudah ditentukan. Pada kompetisi "First Step to Nobel Prize in Physics" hasil riset Septinus George Saa tidak menuai satu bantahan pun dari para juri.

Oge, demikian panggilan akrabnya, menemukan cara menghitung hambatan antara dua titik rangkaian resistor tak hingga yang membentuk segitiga dan hexagon. Formula hitungan yang ia tuangkan dalam papernya "Infinite Triangle and Hexagonal Lattice Networks of Identical Resistor" itu mengungguli ratusan paper dari 73 negara yang masuk ke meja juri.  Para juri yang terdiri dari 30 jawara fisika dari 25 negara itu hanya membutuhkan waktu tiga hari untuk memutuskan pemuda 17 tahun asal Jayapura ini menggondol emas.

Paper Oge yang masuk lewat surat elektronik di hari terakhir lomba itu dinilai orisinil, kreatif, dan mudah dipahami. Tak berlebihan jika gurunya Profesor Yohanes Surya mengatakan formula Oge ini selayaknya disebut George Saa Formula.

Kemenangan Oge mengikuti jejak para genius Indonesia sebelumnya. Lima tahun lalu I Made Agus Wirawan dari Bali juga meraih emas pada kompetisi serupa.

Oge adalah putera asli Papua. Tanah kelahirannya, di ujung timur Indonesia, hingga kini tak usai didera konflik. Lima orang presiden yang datang dan pergi selama 59 tahun Indonesia merdeka tak pernah berhenti berjanji meningkatkan kesejahteraan masyarakat di bumi cendrawasih sana. Tapi janji hanya janji. Kemunculan Oge di panggung internasional seperti mengingatkan bahwa ada mutiara-mutiara  bersinar yang perlu mendapat perhatian di kawasan timur Indonesia.

Oge lahir dari keluarga sederhana. Ayahnya, Silas Saa, adalah Kepala Dinas Kehutanan Teminabuhan, Sorong. Oge lebih senang menyebut ayahnya petani ketimbang pegawai. Sebab, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, Silas, dibantu isterinya, Nelce Wofam, dan kelima anak mereka, harus mengolah ladang, menanam umbi-umbian. Kelima anak Silas mewarisi keenceran otaknya. Silas adalah lulusan Sekolah Kehutanan Menengah Atas tahun 1969, sebuah jenjang pendidikan yang tinggi bagi orang Papua kala itu.

Apulena Saa, puteri sulung Silas, mengikuti jejak ayahnya. Ia adalah Sarjana  Kehutanan lulusan Universitas Cendrawasih. Franky Albert Saa, putera kedua, saat ini tengah menempuh Program Magister Manajemen pada Universitas Cendrawasih. Yopi Saa, putera ketiga, adalah mahasiswa kedokteran Universitas Kristen Indonesia, Jakarta. Agustinus Saa, putera keempat, mahasiswa Fakultas Kehutanan Universitas Negeri Papua, Manokwari. Sementara si Bungsu, Oge, meraih emas di panggung internasional. "Semua anak mama tidak manja dengan uang, sebab kami tidak punya uang," tutur mama Nelce usai menemani puteranya menerima penghargaan dari Departemen Kehutanan, Selasa (22/6/2004), di Departemen Kehutanan, Jakarta.

Ia bertutur, karena minimnya ekonomi keluarga, Oge sering tidak masuk sekolah ketika SD hingga SMP. Jarak dari rumah ke sekolah sekitar 10 km. Oge harus naik "taksi" (angkutan umum) dengan ongkos Rp 1.500 sekali jalan. Itu berarti Rp 3.000 pulang pergi. "Tidak bisa jajan. Untuk naik "taksi" saja mama sering tidak punya uang. Kalau Oge mau makan harus pulang ke rumah,” katanya.

Oge lahir 22 September 1986. Ia memang pintar sejak kecil. Tidak seperti Einstein yang pernah tinggal kelas, Oge kecil selalu juara kelas sejak di bangku SD hingga SMP. Bahkan ketika kelas IV SD gurunya menawari untuk ikut Ebtanas kelas VI. Namun, mamanya melarang karena saat itu kakaknya, Agustinus Saa, juga duduk di kelas VI.

Bagi Oge prestasi tidak selalu berarti karena uang. Pemuda yang dikenal sebagai playmaker di lapangan basket ini adalah orang yang haus untuk belajar. Selalu ada jalan untuk orang-orang yang haus seperti Oge. Prestasinya di bidang fisika bukan semata-mata karena ia menggilai ilmu yang menurut sebagian anak muda rumit ini.

"Saya tertarik fisika sejak SMP. Tidak ada yang khusus kenapa saya suka fisika karena pada dasarnya saya suka belajar saja. Lupakan saja kata fisika, saya suka belajar semuanya," katanya. "Semua mata pelajaran di sekolah saya suka kecuali PPKN (Pendidikan Pancasilan dan Kewarganegaraan). Pelajaran itu membosankan dan terlalu banyak mencatat. Saya suka kimia, sejarah, geografi, matematika, apalagi bahasa Indonesia. Saya selalu bagus nilai Bahasa Indonesia," tambahnya.

Selepas SD dan SMP yang kerap diwarnai bolos sekolah itu, Oge diterima di SMUN 3 Buper Jayapura. Ini adalah sekolah unggulan milik pemerintah daerah yang menjamin semua kebutuhan siswa, mulai dari seragam, uang saku, hingga asrama. Kehausan intelektualnya seperti menemukan oase di sini. Ia mulai mengenal internet. Dari jagad maya ini ia mendapat macam-macam teori, temuan, dan hasil penelitian para pakar fisika dunia.

Kebrilianan otak mutiara hitam dari timur Indonesia ini mulai bersinar ketika pada 2001 ia menjuarai lomba Olimpiade Kimia tingkat daerah. Karena prestasinya itu, ia mendapat beasiswa ke Jakarta dari Pemerintah Provinsi Papua. Namun mamanya melarang putera bungsunya berangkat ke Ibu Kota. Prestasi rupanya membutuhkan sedikit kenakalan dan kenekatan. Dibantu kakaknya, Frangky, Oge berangkat diam-diam. Ia baru memberitahu niatnya kepada mama tercinta sesaat sebelum menaiki tangga pesawat. Mamanya menangis selama dua minggu menyadari anaknya pergi meninggalkan tanah Papua.

Oge kemudian membuktikan bahwa kepergiannya bukan sesuatu yang sia-sia. Tangis sedih mamanya berganti menjadi tangis haru ketika November 2003 ia menduduki peringkat delapan dari 60 perserta lomba matematika kuantum di India. Prestasinya memuncak tahun ini dengan menggenggam emas hasil riset fisikanya. Mamanya pun tidak pernah menangis lagi.

"Saya ingin jadi ilmuwan. Sebenarnya ilmu itu untuk mempermudah hidup. Ilmu pengetahuan dan teknologi itu membuat hidup manusia menjadi nyaman. Saya berharap kalau saya menjadi ilmuwan, saya dapat membuat hidup manusia menjadi lebih nyaman," kata dia.

Di Jakarta, ia digembleng khusus oleh Bapak Fisika Indonesia, Profesor Yohanes Surya. Awal November 2006 ia harus mempresentasikan hasil risetnya di depan ilmuwan fisika di Polandia. Ia harus membuktikan bahwa risetnya tentang hitungan jaring-jaring resistor itu adalah orisinil gagasannya. Setelah itu, ia akan mendapat kesempatan belajar riset di Polish Academy of Science di Polandia selama sebulan di bawah bimbingan fisikawan jempolan.

Sepulang dari Polandia nanti, Oge sudah memutuskan untuk mengambil studi S1-nya di Indonesia di Jurusan Fisika Universitas Pelita Harapan. Meski sejumlah tawaran bantuan terus mengalir kepadanya untuk melanjutkan studi di luar negeri, di antaranya dari Group Bakrie dan Freeport, Oge merasa belum siap untuk meninggalkan tanah air. "Nantilah, untuk S2 dan S3 saya ke luar negeri. Kalau sekarang saya belajar di Amerika, saya belum siap. Saya harus belajar lagi bahasa. Selain itu, fisika itu kan luas. Ada banyak yang harus saya pelajari. Harus ada orang yang betul-betul mendampingi saya," ujar dia.

Ya, Oge mengaku masih membutuhkan Yohanes Surya. Ia masih membutuhkan tangan dingin guru sekaligus sosok yang dikaguminya itu mengasah otaknya. "Dia (Yohanes Surya) orangnya  beriman. Dia ilmuwan tapi tidak atheis. Dia sangat membantu saya," kata Oge tentang gurunya itu. (Heru Margianto) --- Sumber: Harian Kompas, 27 Juni 2004.



3.      Adi Rahman Adiwoso - Penemu Teknologi Baru dalam Telepon Bergerak Berbasis Satelit

Ir. Adi Rahman Adiwoso M.Sc (lahir di Yogyakarta26 Juli 1953; umur 62 tahun) adalah ilmuwan dan penemu berkebangsaanIndonesia di bidang aeronautika. Mengenyam pendidikan tinggi di Bachelor of Science dari Universitas PurdueAmerika Serikat (1975) dan Master of Science BidangAeronautika dan AstronautikaInstitut Teknologi CaliforniaAmerika Serikat. Ia magang di bagian perakitan satelit Hughes Aircraft, salah satu kontraktor pertahanan internasional terbesar yang basisnya ada di California. Setelah 8 tahun berkerja Adi pulang ke tanah kelahirannya, Yogyakarta. Berbekal keahliannya dia lantas menghasilkan teknologi sekaligus produk baru yang belum pernah ada di pasaran dunia. Teknologi ini memungkinkan komunikasi handphone mampu dilakukan di mana saja. Meski jaringan kabel belum menjangkau dan telepon seluler kehilangan sinyal, sistem telekomunikasi temuan ini tetap bisa.
Alat telekomunikasi bebas blank spot dan hemat tempat ini dimungkinkan berkat ide memasang satelit telekomunikasi di orbit geostationer. Di lintasan imajiner yang letaknya 36.000 km di atas permukaan bumi itulah, Adi menempatkan satelit Garuda 1. Satelit gagasannya itu berbobot 4,5 ton yang dilengkapi dua antena payung kembar selebar 12 meter dan mampu menjangkau sepertiga kawasan dunia. Karena ukurannya cukup besar, intensitas pancaran sinyalnya juga cukup besar.
Peluncuran satelit sipil terbesar di dunia pada Februari 2000 itu mengejutkan operator telepon satelit dunia. Karena seluruh satelit telekomunikasi dunia diluncurkan di orbit rendah (600 – 1.000 km) dan menengah (7.000 – 10.000 km). Daya jangkau satelit-satelit itu terbatas. Agar dapat meliput satu belahan dunia butuh sekitar 60 satelit berorbit rendah atau 12 satelit berorbit menengah. Kelemahan lain pengoperasian sistem telekomunikasi satelit pada telepon bergerak ketika itu adalah pesawatnya yang tidak praktis. Perangkat telepon bergerak yang bisa digunakan untuk berkomunikasi via satelit ukurannya besar, sebesar ransel. Untuk mengoperasikannya juga perlu stasiun bumi, berupa antena parabola berdiameter satu meter. Terobosan yang dilakukan Adi tak hanya memperluas cakupan satelit, juga memperkecil dimensi pesawat telepon bergerak berbasis satelit ini. Dengan daya pancar 10 kw, sinyal Garuda 1 bisa diterima dengan pesawat telepon genggam yang sekaligus merupakan stasiun bumi. Jaringan telepon satelit itu diberi nama Byru.
Cara kerja telepon ini sangat bergantung pada Garuda 1, yang dikendalikan fasilitas pengontrol satelit di pulau Batam. Dikota itu juga dibangun pusat kendali jaringan (network control center – NCC), yakni pengatur arus percakapan dengan panel pengaturnya. Garuda 1 mampu melayani 22.000 pembicaraan pada saat bersamaan. Selain itu, dibangun pula sebuah pintu gerbang (gateway) yang berfungsi sebagai operator lokal. Dengan Byru, pelanggan bisa menghubungi sesama telepon satelit, ke telepon GSM serta ke telepon rumah. Tiap permintaan sambungan akan dilakukan melalui satelit. Permintaan itu dianalisis oleh NCC Batam, untuk menentukan identitas penelepon dan menentukan gateway mana yang cocok dengan tujuan panggilan. Setelah itu, permintaan sambungan akan diteruskan ke telepon tujuan. Pembicaraan pun berlangsung. Semua proses itu berjalan sangat cepat, hanya dalam hitungan detik.
Untuk mewujudkan gagasan itu, Adi memang tak melakukannya sendirian. Meskipun Garuda 1 dibuat oleh Hughes Aircraft (dimana Adi pernah bekerja), Amerika Serikat dan R190 dibuat Ericsson, Swedia, rancangannya dibuat sendiri oleh Adi dan timnya di PT. Pasifik Satelit Nusantara (PSN), yang didirikan Adi dan Iskandar Alisjahbana pada tahun1991. Bersama guru besar dan mantan Rektor ITB itulah, lahir Byru dan Pasti – merek dagang sistem telepon satelit buatan PSN. Tanpa keberanian memasarkan sendiri, bisa jadi temuan telepon satelit geostationer itu cuma jadi prototipe di laboratorium. Atau mmenjadi barang milik perusahaan asing yang mampu memodali temuan tersebut. Dengan perangkat telekomunikasi PSN ini, Byru, Pasti (Pasang Telepon Sendiri) dan jasa internet Bina (Balai Informasi Nusantara), penduduk-penduduk daerah yang tak terjangkau jaringan telepon kabel dan nirkabel lainnya tetap bisa bertelepon dan menjelajah informasi lewat internet. Pada akhir tahun 2003, PSM mengklaim telah membebaskan 2.975 desa di 40 kabupaten di Indonesia dari isolasi telekomunikasi dengan perangkatnya yang berbasis satelit.


Sumber, Wikipedia

4.      Evvy Kartini, Ahli Nuklir Kaliber Internasional


Liputan6.com, Serpong: Di Indonesia, teknologi tenaga nuklir masih menjadi hal yang asing. Namun ternyata kita boleh berbangga, sebab Indonesia justru memiliki seorang ahli yang prestasinya telah diakui dunia. Doktor rer. Nat. (rerum naturalium) Evvy Kartini adalah salah satu dari hanya sepuluh ahli sejenis yang ada di dunia. Di kalangan internasional, Evvy memiliki reputasi terhormat. Ia dikenal sebagai ilmuwan penemu penghantar listrik berbahan gelas.

Bagi kebanyakan orang, gelas biasanya hanya dipergunakan sebagai barang pecah belah alat rumah tangga. Namun tidak begitu bagi Evyy Kartini. Karena itulah, saat mendapat kesempatan belajar di Jerman, ia mulai menjajaki penelitian terhadap material gelas. Saat itu sarjana Fisika lulusan Institut Teknologi Bandung itu magang di Hahn Meitner Institute (HMI) di Berlin, Jerman, 1990. Evvy pun dibimbing ahli hamburan neutron Prof. Dr. Ferenc Mezei.

Adapun karier penelitian Evvy dimulai ketika menyelesaikan S2-nya. Waktu itu ia berhasil menemukan model baru difusi dalam material gelas. Evyy kemudian membuat berbagai penelitian dari bahan gelas. Seperti saat ini, ia membuat baterai mikro yang dapat diisi ulang. Baterai yang merupakan hasil proses dengan metode teknik hamburan neutron itu, mampu menghasilkan daya yang lebih besar dibanding baterai yang ada saat ini dan juga ramah lingkungan.

Hasil riset yang dilakukan oleh Evvy sudah mendapat tanggapan dari para pelaku industri di dalam negeri. Kolega-koleganya di dunia internasional juga telah mengirimkan surat kesediaan untuk mengucurkan dana puluhan ribu dolar Amerika Serikat guna penelitian penerima Satya Lencana Wira Karya dari Presiden Megawati Sukarnoputri--presiden saat itu. Ia pun mulai berkolaborasi dengan profesor dari Organisasi Sains dan Teknologi Nuklir Australia (ANSTO).

Keberhasilan yang diperoleh Evvy sekarang ternyata tidak didapat begitu saja. Sebelum menemukan bahan-bahan gelas berpenghantar listrik superionik, sempat membuatnya putus asa. Karena, biaya dan fasilitas penelitian di Tanah Air, tidak memungkinkan dilakukan penelitian. Bahkan, saat melanjutkan studinya di Jerman, banyak pengorbanan yang dilakukannya. Akibat kegigihan dan semangat pantang menyerah, Evvy mendapat gelar doktor dengan predikat cum laude atau terpuji.

Sederet prestasi lainnya juga didapat saat Evvy berada di Jerman. Dan, yang paling berkesan adalah saat terpilih sebagai wanita Asia pertama yang mengikuti Program Hercules. Pada 1994, namanya mulai tercatat dalam jurnal penelitian internasional bergengsi seperti Physica B. Sejak itu, tawaran presentasi dan konferensi mengalir deras. Akhirnya pada 1998-2000 namanya tercatat di sepuluh jurnal bergengsi sebagai peneliti utama.

Segudang prestasi berkaliber internasional tidak membuat Evvy lupa dengan kodratnya sebagai seorang istri dan juga ibu. Di rumah, ibu dua anak kelahiran 22 April 1965 itu, selalu menyempatkan diri mendampingi buah hatinya beraktivitas. Beragam kegiatan, pastilah rasa lelah kadang menghinggapi Evvy. Namun ia memiliki cara jitu untuk mengusirnya yakni cukup dengan bermain piano.(JUM/Ariyo Ardi dan Agus Kusno)
Sumber: liputan6

5.
      Yudi Utomo Imardjoko: Penemu Kontainer Limbah Nuklir

Ketika krisis listrik terjadi, beberapa kelompok masyarakat kembali terpikir untuk membangun pusat listrik tenaga nuklir.
Gagasan ini memunculkan pro dan kontra. Kebanyakan orang yang menolak pembangunan pusat listrik bertenaga nuklir karena takut akan tingkat keamanan dan juga problem limbah nuklir.
Di Indonesia limbah nuklir itu belum ada. Hebatnya, limbah belum ada, keranjang penyimpan limbah nuklir sudah disiapkan oleh Yudi Utomo Imardjoko, sarjana nuklir yang memperoleh gelar doktor dari Iowa State University, Amerika Serikat, dalam usia 32 tahun. Ia menemukan rancangan kontainer untuk menampung limbah nuklir yang tahan puluhan ribu tahun ditanam dalam tanah dengan aman.
“Problem utama pemakaian energi nuklir itu pada soal menyimpan limbah untuk selamanya. Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi dalam pembuatan kontainer adalah harus tahan sampai 10.000 tahun,” kata Yudi yang memimpin Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada (PSE UGM), Yogyakarta.

Bersama dengan sarjana lain di seluruh dunia, Yudi berlomba membuat rancangan kontainer yang panjangnya enam meter dan diameter satu meter itu.
Rancangan dosen Fakultas Teknik Nuklir UGM itu sudah masuk dalam lembaran Department of Energy Amerika Serikat dan memenuhi kualifikasi yang diminta serta berhak ikut tender pembuatan kontainer itu.
“Tender akan dilakukan tahun 2005. Mereka membutuhkan 12.000 kontainer. Limbah nuklir di AS makin lama makin menumpuk di dalam gudang. Itu tak bisa terus-menerus dijalankan. Itu tak sesuai dengan aturan. Limbah harus disimpan di dalam tanah dengan kontainer yang tahan terhadap segala kerusakan,” tambah pria beristri drg Trina M.Kes ini.
Ia mengajak perusahaan yang mampu mengikuti pemikirannya dengan gagasan yang semakin berkembang berkat bantuan rekan-rekannya. Untuk mengikuti tender di AS, Yudi merangkul Nuclear Assurance Corporation (NAC), sebuah perusahaan asli negara itu. Adapun untuk pembuatan kontainer di Indonesia, ia bekerja sama dengan Boma Bisma Indra (BBI).
Proses penemuannya memakan waktu lama. Rumus desain itu berawal ketika Yudi menjadi mahasiswa S3 di AS. Konsepnya sudah sering dipresentasikan di berbagai forum, tetapi perhitungan yang rinci tidak pernah dibuka.
“Menurut guru besar pembimbing saya, perhitungan yang saya miliki merupakan yang paling bagus. Ia bilang, itu semua untuk you saja dan dipatenkan. Lalu, perhitungan itu saya bawa pulang ke Indonesia dan dimatangkan,” katanya. Pembimbingnya, Profesor Daniel Bullen, adalah staf ahli Bill Clinton (Presiden AS kala itu) untuk bidang nuklir dan berlanjut di era Presiden George W Bush.
Untuk mematangkan rancangan itu, dari pemerintah ia mendapat dana riset unggulan terpadu (RUT) dan kemudian riset unggulan kemitraan (RUK) yang merupakan kerja sama dengan BBI.
Menurut perkiraan Yudi, pada tahun 2003 paten dari AS sudah keluar, sedangkan dari Indonesia keluar tahun depannya karena waktu tunggunya lebih lama.
Ia yakin memenangi tender itu. Kontainer dibuat di Indonesia sehingga harganya murah, Rp 3,5 miliar.“Kalau Amerika butuh 12.000 buah, omzetnya sangat lumayan,” tuturnya.
Sambil menunggu poses paten serta tender di AS, Yudi aktif memimpin PSE, lembaga untuk mencari energi alternatif.
“Di negara-negara maju, orang sudah berpindah dari minyak dan gas ke energi yang renewable. Itu melalui fase-antara yang namanya nuklir. Mereka tidak mau bergantung pada OPEC, tak mau dikendalikan harganya, lalu dikembangkan energi nuklir. Kita sulit pakai nuklir karena acceptance masyarakat yang rendah. Akhirnya PSE memosisikan kita harus mempunyai keunggulan energi karena semua arahnya menuju energi yang terbarukan. Ya sudah, kita langsung saja ke sana,”paparnya.
Setelah melakukan pengkajian, pilihan energi terbarukan jatuh pada energi surya, bukan biomass dan biogas. Matahari merupakan sumber energi terbarukan dengan ketersediaan yang paling gampang.
Di masa depan, PSE mempunyai obsesi untuk mendayagunakan air sebagai energi yang bisa menggantikan bahan bakar minyak. Tuturnya, “Dalam waktu lima tahun lagi, semoga saja kita dapat membuat jumpa pers dengan wartawan dengan materi temuan energi hidrogen itu.”
Untuk menengok keluarga, ia wira-wiri ke Melbourne. Di sana ia bertemu dengan pejabat BP Solar, sebuah divisi dari perusahaan minyak BP, yang memproduksi panel tenaga surya yang mutunya bagus dan harganya kompetitif. Kini PSE selalu memakai panel produk BP.
“Nanti jika setiap tahun sudah mampu memasarkan 10.000 unit sistem listrik tenaga surya, kita akan membuat pabrik sendiri. Bahan bakunya mudah. Wong cuma pasir pantai. Saya yakin pengguna tenaga surya akan makin banyak, pasar di Indonesia makin terbuka luas,” ujar putra mantan Rektor Universitas Negeri Yogyakarta Prof Dr Imam Bernadib itu.
PSE beberapa bulan lalu telah memberikan pernyataan bahwa krisis kelistrikan sudah di dalam kondisi bencana nasional. Pasokan listrik akan semakin menurun dan kualitasnya akan semakin jelek, sementara rasio elektrifikasi di Indonesia baru mencapai 50 persen lebih sedikit.
“Salah satu yang dapat dilakukan secara individu adalah menyadarkan bahwa listrik dapat kita upayakan sendiri. Pemasok daya besar, seperti PLN, kita posisikan sebagai salah satu cara pemenuhan kebutuhan listrik, bukan segala-galanya. Artinya, kita pun mengetahui berapa kebutuhan listrik kita dan bagaimana menjaga agar kebutuhan listrik itu dapat dipenuhi terus-menerus sesuai dengan keinginan kita,” tambah Yudi.
Listrik tenaga surya dapat dimanfaatkan di daerah yang sangat terpencil sampai di perkotaan. Kelebihan listrik yang dihasilkan bahkan dapat dijual kepada pihak lain.
“Daya pasokan kita mungkin jumlahnya kecil, namun kalau diupayakan oleh jutaan masyarakat Indonesia, daya yang terkumpul menjadi besar dan signifikan. Krisis kelistrikan yang terjadi sekarang adalah sebuah pelajaran bagi kita semua untuk membangun kesadaran menuju prinsip kemandirian,” tegasnya.
PSE selama enam bulan ini sudah membangun lebih dari 2.000 unit panel sistem listrik bertenaga surya. Dari pelosok desa dan luar Jawa serta perkotaan, dan untuk yang paling besar, mereka akan membangun sistem listrik tenaga surya di Kupang. Luas panel yang akan dijajarkan sama dengan satu lapangan sepak bola, daya yang dihasilkan satu megawatt.
Investasi listrik bertenaga surya bervariasi, dari order Rp 3 juta sampai miliaran rupiah, bergantung pada kemampuan finansial warga masyarakat. Dana yang tertanam itu akan kembali dalam waktu 5-12 tahun bergantung pada pilihan teknologinya.
“Pertumbuhan kebutuhan listrik dengan tenaga surya disesuaikan dengan kemampuan ekonomi kita. Jadi, kita menumbuhkan kemampuan kita untuk semakin mandiri dalam memenuhi kebutuhan kita sendiri,” demikian paparnya.

        6.      PUJI SLAMET ARIF Penemu Motor Listrik Hemat Energi  

Pendidikan boleh tak tamat SLTP. Tapi, ini bukan hambatan bagi Puji Slamet Arif untuk berkarya. Setelah melalui proses coba-coba selama 10 tahun, Puji akhirnya berhasil menciptakan motor listrik yang diyakininya bisa menghemat energi listrik hingga 75 persen.

Tubuhnya kurus. Rambutnya sudah banyak yang memutih. Cara bicaranya ceplas-ceplos dan selalu percaya diri. "Meski saya ini bukan orang pendidikan, tapi saya punya pengalaman. Pengalaman inilah yang membuat saya yakin akan karya saya ini," kata Puji yang mengaku lahir di Bapinang Bulu, Sampit ini. "Saya siap diuji oleh profesor mana pun," ujar pria 53 tahun ini.

Apa yang dikatakan Puji ini bukanlah sekadar isapan jempol. Motor listrik ciptaannya yang diberi nama Taheta (dari bahasa Dayak, artinya baru) itu bahkan sudah dipresentasikannya di ITS (Institut Teknologi 10 November). "Ini buktinya," kata Puji, sambil menyodorkan dua lembar surat berkop ITS. Dalam surat yang ditandatangani Pembantu Rektor (Purek) IV Ir Daniel Mochammad Rosyid itu disebutkan, bahwa motor listrik karya Puji ini memang tergolong karya inovatif yang orisinil.

Dia menceritakan, pada 6 September lalu, karyanya dipresentasikan di depan beberapa dosen ITS. Di antaranya Ir Daniel M. Rosyid (Purek IV ITS), Dr Ir Soeprapto (Ketua Hak Kekayaan Intelektual ITS) dan Ir Margo Pujiantoro MT (Dosen Teknik Elektro ITS).

Alat ciptaan Puji itu dikemas sangat sederhana. Bentuknya bulat dengan diameter sekitar 25 centi meter. Alat tersebut ditutup dengan triplek. Ada kabel yang dihubungkan dengan aki 10 A (amper) 12 volt.

Selain menciptakan Taheta, Puji juga mengaku telah menciptakan tiga mesin yang dinamainya Taheta Hindai (lebih baru), Taheta Kia (baru juga), dan Taheta Toto (terbaru). "Semua temuan itu saya namakan dengan bahasa dayak karena saya ingin mempopulerkan bahasa dayak," ujar Puji.

Untuk membuat karya-karyanya itu, Puji tak mau setengah-setengah. "Saya butuh waktu 10 tahun untuk menciptakan keempat alat itu. Utak-atik alat dan mencobanya, begitu seterusnya," kata laki-laki yang saat ini tinggal di rumah kakaknya di Urip Sumoharjo.

Ketertarikan Puji pada hal-hal berbau teknik diawali saat Puji berusia 8 tahun. "Ayah saya punya dua kapal bermotor yang tiap hari digunakan untuk berjualan sayur di pasar terapung sepanjang sungai Sampit," tutur putra ke lima pasangan (alm) Badri Arif dan Dewi Mulat ini. Setiap hari, Puji dipercaya ayahnya untuk memegang kemudi kapal keliling sungai Sampit. Hingga suatu saat, tiba-tiba motor kapalnya ngadat gara-gara kehabisan minyak. "Waktu ayah saya membongkar motor kapal, saya jadi tertarik untuk mempelajari seluk-beluk motor listrik," papar pria yang sebagian rambutnya telah memutih ini.

"Waktu itu, saya sempat penasaran, bagaimana jika minyak dan semua hasil bumi telah habis. Pasti repot sekali. Semua mesin yang berbahan bakar minyak pasti mati," tutur pria yang hobi melihat program discovery channel ini. Inilah yang lantas menggelitik Puji, selanjutnya dia bertekat untuk menggeluti hal-hal yang berbau teknik. "Jujur saja, setiap hari saya terus memikirkan cara membuat alat yang mampu bekerja tanpa menggunakan energi listrik, minimal, jika tetap memakai listrik, alat yang saya ciptakan itu harus bisa seirit mungkin," ujarnya.

Akhirnya, tahun 1977 Puji memutuskan hijrah ke Surabaya. "Saya merasa tidak akan maju jika tetap berada di Sampit," paparnya. Tiba di Surabaya, tempat pertama yang ditujunya adalah pasar loak. "Banyak ide-ide saya yang muncul dari pasar loak. Bahkan, kebiasaan jalan-jalan ke pasar loak itu tetap saya lakukan hingga kini," tandas Puji.

Ketika usianya menginjak 25 tahun, Puji menikahi Tri Ida Setiani, gadis manis asal Jombang yang memberinya tiga orang putra. Setelah menikah, ketertarikan Puji pada hal-hal yang berbau teknik semakin menggebu. Hampir seluruh waktunya dicurahkan untuk mempelajari motor listrik dan bongkar pasang mesin.

Kegilaan Puji pada dunia teknik makin menjadi-jadi tahun 1992. "Di tahun itulah awal mula saya menemukan ide untuk membuat motor listrik Taheta," paparnya. Didukung peralatan seadanya, Puji mulai mengerjakan proyek barunya itu. "Saya menggarap motor listrik ini siang malam. Bahkan, saya tidak bisa tidur jika pekerjaan belum selesai," akunya. Perkakas yang digunakan, kebanyakan didapatnya dari pasar loak. "Semua komponen saya rakit sendiri. Hanya klaher (bearing) dan platina saja yang bikinan pabrik," terang Puji. (Firzan Syahroni) --- Sumber: Harian Jawa Pos, 20 Desember 2002.

           7.      RIZAL & JUFFRI SAHRONI
Penemu Alat Penghemat Bahan Bakar Diesel

Mobil diesel anda ingin lebih bertenaga dan hemat bahan bakar? Ada satu penemuan mutakhir dan canggih dari karya cipta anak-anak bangsa ini, yakni MAX-PC. Teknologi ini dirancang untuk meningkatkan tenaga mesin diesel mobil anda, meningkatkan penghematan bahan bakar dan menurunkan tingkat kebisingan mesin tanpa harus mengubah mesin anda dari spesifikasi standar pabrik. Menariknya, sejarah penemuan formula ini berawal dari hal yang tidak disangka-sangka. Saat itu kumpulan anak-anak muda yang hobi dan gila utak-atik mobil, antara lain Rizal Simanjuntak dan Juffri Sahroni berhasil menemukan sebuah teknologi rancang bangun mesin untuk meningkatkan tenaga mesin diesel. Akhirnya mereka mendirikan R&D dengan nama MAXIMIZER.

Dari pengalaman berbulan-bulan mengamati dan mengutak-atik mesin mobil, mereka akhirnya berhasil menemukan sebuah teknologi rancang bangun untuk meningkatkan kemampuan dan ketahanan mesin diesel. Produk itu dinamakan MAX-PC dan telah dipatenkan.

Bentuknya kira-kira sebesar bungkus rokok. Namun produk yang amat mudah dipasang di mesin kendaraan tersebut didesain penciptanya menjadi produk `pintar`. Produk ini didesain untuk sebuah target perbaikan. Dia dapat meningkatkan akselerasi gas buang, dapat meningkatkan top speed kendaraan diesel. Selain itu produk ini diciptakan untuk menambah tenaga pada semua tingkat kecepatan. Bukan hanya itu saja, keunggulan lainnya, dapat menurunkan getaran mesin, menurunkan tingkat kebisingan, dan penghematan bahan bakar.

Menurut Rizal Simanjuntak, peningkatan akselerasi dapat dirasakan pada tiap tingkat kecepatan. Untuk semua jenis dan merek mobil diesel keluaran tahun 1995-2002, akselerasinya mencapai maksimal 2-6 detik. Sedangkan untuk mobil diesel keluaran dibawah tahun 1995 dapat meningkatkan akselerasi hingga 10-20 detik. Sedangkan untuk penurunan kebisingan dapat dicapai rata-rata antara 1,5 dB hingga 3 dB.

"Kadar suara dengan sendirinya memang dapat turun karena beban kerja mesin menjadi lebih ringan," jelas Rizal. Soal penghematan bahan bakar, buktikan saja. Bahan bakar yang dihemat setelah mesin dipasangi alat ini mencapai rata-rata 5-10 persen. Jika pemakaian bahan bakar mobil diesel anda -untuk berbagai macam aktivitas-, tiap harinya rata-rata 50-100 liter, maka anda dapat menghemat antara 5-10 liter. Lumayan juga! Uniknya, alat ini hanya dijual seharga Rp 1,250 ribu. Murah bukan? Jika kita melihat pelayanan purna jualnya. Produsen MAX-PC, yakni MAXIMIZER memberi garansi pada alat yang dijualnya SEUMUR HIDUP! Bayangkan. Jadi jika MAX-PC memang tidak mampu memenuhi semua kelebihannya seperti yang diceritakan diatas maka konsumen boleh mengembalikan tanpa membayar. Dan jika alat ini tidak berfungsi atau rusak, maka produsen atau bengkel resmi penyalurnya akan mengganti dengan alat baru tanpa bayar alias gratis. Konsumen cukup membayar bila terjadi perbaikan.

Pabrik MAXIMIZER pun membuat pelayanan atau aturan main penjualan yang benar-benar customer satisfaction. Tiap mobil yang akan dipasang MAX-PC, dilakukan pengetesan sebelum dan sesudah produk MAC-PC terpasang. Dan perbandingan kondisi kendaraan sebelum dan sesudah MAX-PC terpasang --misalnya peningkatan tenaga, akselerasi, kebisingan suara dan hemat BBM-- terbukti, menjadi acuan kesepakatan bertransaksi antara pemilik mobil dan bengkel resmi penjual MAX-PC yang ditunjuk MAXIMIZER.

Panduan perbandingannya ialah, untuk uji akselerasi (0-100 kilometer) dan uji kebisingan (menggunakan dB meter). Alat MAX-PC ini akan dipasang di sela-sela saluran engine, injector dengan tangki bahan bakar. Jadi tidak mengganggu spesifikasi mesin secara standar, tidak membutuhkan tambahan power dari aki atau mesin.

Lebih jauh Rizal mengungkapkan, alat ini sengaja didesain dengan menggabungkan sourcing dari beberapa tempat. Untuk bodi MAX-PC, MAXIMIZER selaku pemilik paten mengambil bahannya dari pabrik mesin di sekitar Tegal dan Klaten Jawa Tengah. Bodi alat terbuat dari alumunium yang tahan panas dan bisa mengalirkan tenaga secara maksimal. Kemudian untuk pembuatan enginenya, MAXIMIZER menggunakan fasilitas milik pabrik pesawat terbang IPTN di Bandung guna menyediakan rancangan engine dalamnya. "Pokoknya komposisi alat ini 60 persen lokal dan 40 persen dengan presisi tinggi," ujarnya.

Pada kesempatan ini Rizal juga membuka kesempatan pada bengkel atau agen di daerah yang ingin membuka agen penjualan MAX-PC. "Syaratnya mudah kok, datang saja ke markas kami di Jalan Pangeran Antasari Nomor 70, Cipete, Jakarta Selatan, nomor teleponnya 766-2205, nanti kita bicarakan bersama," ujarnya. Menurut taksiran Rizal untuk membuka agen penjualan atau bengkel dibutuhkan investasi sekitar Rp 300 juta. Tapi itu bagi mitra yang memang benar-benar mulai dari nol alias tidak punya bengkel. Bagi yang sudah punya tempat dan bengkel, investasinya kecil sekali. "Dan kami tidak menggunakan metode yang rumit pada pola mitra dagang dan pendistribusiannya, nantinya kita tinggal bagi hasil saja," tutur Rizal. Saat ini sudah ada beberapa tawaran masuk untuk menjadi mitra, yakni dari Semarang dan Surabaya. Namun dari Bandung, Medan, Ujung Pandang, dan kota-kota besar lainnya masih terbuka luas. (Edo) --- Sumber: MandiriDotCom, 26 April 2002.

gmana guys,udah jadi termotivasikan?
ayo kita juga harus berkarya layak nya ilmuan-ilmuan diatas, sampai jumpa lagi guys. ;)


Advertisement

Posting Komentar

artikel yang terkait

 
Top